Bayangkan komedian dengan bayaran peringkat ke-7 tertinggi di dunia menurut majalah Forbes, tampil di hadapan sekitar empat ribu pengunjung di Indonesia. Dalam dua hari setelah diumumkan bahwa pria Kanada keturunan India ini akan menyambangi Jakarta, tiket seharga 350 ribu hingga 1,35 juta rupiah ludes terjual. Dan pertunjukan yang dikemas adalah jenis seni pertunjukan yang gaungnya masih sangat muda menggema di Indonesia: Stand Up Comedy.
Dari Kamis sore (10/5), terlihat kerumunan orang di depan Istora Senayan mengantri dengan tertib untuk menyaksikan gelaran stand up comedy bertajuk Russel Peters Notorius World Tour yang mengunjungi lebih dari 15 negara di dunia. Dari pintu gerbang yang dibuka pukul 18.00, ditampilkan lima orang komik Indonesia menghibur di waiting room pertunjukan: Boris, Mongol, Ernest, Ge, dan Muhadkly. Memasuki venue utama yang dibuka pukul 19.30, DJ spinbad.com memainkan musik-musik tahun 80-90an menggunakan vinyl records lengkap dengan jarumnya. Terlihat dan terdengar klasik, namun konon DJ dengan teknik lama ini merupakan salah satu passion Russel Peters juga. Pada pukul 21.00, opening act Joey Medina dari California menggebrak selama lima menit saja. Omongannya yang bertemakan dewasa mendapat applause yang sangat meriah, mengingat sebagian besar penonton rela mengantri sejak pukul lima sore dan sudah tidak sabar untuk tertawa.
Sajian utamanya terhidang setelah itu. Russel Peters memang berhasil mengocok perut seisi Istora malam itu. Kekuatan utamanya yang banyak menyinggung masalah ras membuat kita mentertawakan ras lain dan ras sendiri. Tak ayal sebagian besar ekspatriat yang hadir malam itu juga kena “semprot”. Mulai dari Jerman, Amerika, Arab, dan India. Sayangnya informasi yang diterima oleh Peters kurang tepat tentang Indonesia. Selain “macet” dan “Pasar Baru”, selebihnya adalah “Chinese taxi driver” atau “pijat ala Thailand” yang (mungkin) dianggap memiliki budaya yang mirip dengan Indonesia, tapi terasa aneh dengan menambatkan topik tersebut tentang Indonesia.
Kebetulan yang banyak hadir malam itu adalah orang-orang keturunan India, dan mereka pun terkena imbasnya. “Orang tua India adalah yang terburuk. Mereka mendiktekan apapun yang harus dilakukan anaknya. Kalau kita menolak, mereka akan memaki kita ‘bastard’!” celetuknya, yang diikuti oleh tepuk gemuruh orang-orang keturunan India yang hadir di sana. Tiga puluh menit kisah tentang ayahnya sendiri yang setelah 40 tahun pindah ke Kanada namun tidak kehilangan logat Indianya sedikit pun, menutup pertunjukan malam itu. “Bahkan pada saat mesin mobil rusak, mobilnya beraksen Bombay,” ujarnya sambil menirukan mesin mobil rusak tapi beraksen kental India.
Apa gerangan yang membuat satu orang merengek-rengek tentang ras dan kekonyolan budaya di seluruh dunia ini begitu menarik? Seperti bentuk seni lainnya, stand up comedy tidak hanya mengacu pada orang lucu semata. Setiap lelucon dirancang sedemikian rupa mengikuti struktur yang sudah ditetapkan (set up-puchline), disampaikan dengan timing, intonasi, dan mimik yang tepat, yang hanya bisa disampaikan dengan baik melalui skrip yang kuat, serta latihan dan jam terbang yang tinggi. Untuk show sendiri selama satu jam, penempatan lelucon dan porsinya juga membutuhkan strategi dan observasi yang mumpuni. Isu ras yang tentu menempel pada semua manusia melek informasi menjadi sangat cepat diterima dan ditertawakan. Dan terima kasih terhadap youtube, lelucon ras ini dapat menular dengan sangat cepat dan menjangkau audiens yang sangat besar. Tiap videonya disaksikan hingga 16 juta kali!
Russel Peters mampu membuat kita menertawakan diri sendiri. Dengan caranya sendiri, dia mampu ‘stand up’ pada pendapatnya tentang betapa “bodoh”-nya setiap keunikan manusia. Dan memang itulah esensi dari stand up comedy seperti yang diungkapkan oleh salah satu penggiat stand up Indonesia, Luqman Baehaqi. Mempertahankan sebuah pendapat, baik pro maupun kontra dan bukanlah ‘berdiri’ seperti yang dianggap orang-orang. Indonesia dengan segudang kebiasaan dan adat budaya unik, seharusnya menjadi sumber air tiada batas untuk dicela, atau dibela. Semoga di waktu yang akan datang kita akan memiliki seorang bintang dari lini stand up comedy Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar