Ari, adalah salah satu kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka yang sering sekali pulang malam dan malam dikarenakan banyaknya kerjaan dikantor.
Ari mempunyai seorang putri kecil didalam keluarga yang kecil. Ketika Ari sampai dirumah tepat jam 9 malam, tidak seperti biasanya, Bella, adalah putri pertamanya yang baru duduk di kelas 2 SD yang membukakan pintu untuknya dan sepertinya dari raut wajah Bella yang sedikit lelah sepertinya ia sudah menunggu cukup lama kepulangan ayahnya.
“loh.. loh.. kenapa belum tidur nak?” sapa Ari sambil mencium pipi putrinya.
Biasanya Bella memang sudah terlelap dengan puisi dengkurnya ketika ayahnya pulang dan baru terjaga ketika ayahnya akan berangkat ke kantor dipagi hari, begitu seterusnya dan seterusnya.
Bella dengan wajah setengah ngantuknya sambil membuntuti sang Ayah menuju ruang keluarga, Bella menjawab, "Bella nunggu Ayah pulang. Sebab Bella mau tanya berapa sih gaji Ayah?"
"Loh tumben kamu, kok nanya gaji Ayah sih? Mau minta uang lagi, ya ?" ucap Ari.
"Ah, enggak kok yah. Bella ingin tahu aja" ucap Bella singkat.
"Oke deh. gini aja ya, coba Bella hitung sendiri. Setiap hari itu, Ayah bekerja kurang lebih sekitar 10 jam dan dibayar sebesar Rp. 400.000,-. Ayah bekerja setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja karena hari sabtu dan minggu Ayah libur... Kadang kalau kerjaan dikantor banyak dihari sabtu Ayah masuk lembur. Nahhhh... sekarang gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo ? Coba kamu hitung deh.." pinta Ari sambil memegang kepalanya Bella.
Bergegas Bella berlari-lari ke kamarnya mengambil selembar kertas putih dan pensil dari meja belajar, sementara Ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi.
Ketika Ari beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Bella berlari mengikutinya. "Yah.. Kalo satu hari Ayah dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam waktu kerja, berarti satu jam Ayah digaji Rp. 40.000,- dong yah" kata Bella dengan bangga.
"Wah, pinter kamu ya Bell. Nah sudah lah, sekarang waktunya kamu tidur ya, cuci kaki dan jangan lupa baca doa sebelum tidur. pinta Ayahnya.
Bella tetap tidak beranjak dan tidak mengendahkan pinta dari sang Ayah. Sambil menyaksikan Ayahnya berganti pakaian, Bella kembali bertanya, "Ayah, Bella boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak yah?"
"Sudah, kamu enggak usah macam-macam lagi. Buat apa kamu minta uang malam-malam begini? Ayah capek dan mau mandi dulu. Tidur gih".
"Tapi yah...."
Kesabaran Ari pun memuncak habis. "Ayah bilang tidur!!!" Suara Ari yang cukup keras mengejutkan Bella.
Lalu putri kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, yang sudah bawaan Ari nampak menyesali atas ucapannya tadi. Ia pun melihat Bella di kamar tidurnya dan terlihat putri kesayangannya itu belum tidur.
Bella didapati sedang terisak-isak menangis pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya. Ari yang sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, "Maafkan Ayah, Nak, Ayah sayang sama Bella. Tapi kamu buat apa minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan masih bisa sayang. Jangankan kamu minta Rp.5.000,-.... lebih dari itu pun pasti Ayah kasih" jawab Ari.
"Ayah, Bella enggak minta uang kok. Bella itu hanya mau pinjam saja dari Ayah. Nanti duit jajan Bella, akan Bella kumpul dan begitu cukup nanti Bella akan kembalikan duit Ayah".
"lya, iya, Ayah tau, tapi untuk apa?" tanya Ari lembut.
"Ayah tahu tidak, Bella slalu menunggu Ayah dari jam 8. Bella tu mau ajak Ayah main ular tangga. Gak lama kok yah, cuma tiga puluh menit aja, enggak lebih. Bunda sering bilang kalo waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, Bella mau ganti waktu Ayah.
Bella buka tabungan, setelah dihitung sebanyak tiga kali hanya ada Rp.15.000,- tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam Bella harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000,
makanya Bella mau pinjam dari Ayah hanya Ro 5.000" kata Bella polos.
Dan Ari pun terdiam. bak petir berdentum hingga kehilangan kata-kata. Dipeluknya putri kecil itu erat-erat dengan perasaan bersalah, tak terasa meneteskan air mata. Ia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.
Pesan dalam cerita ini :
Banyak hikmah yang dapat diambil dari cerita cinta tadi, ternyata kebahagiaan itu tidak dapat semata-mata diukur oleh materi, kebahagiaan justru dapat tercipta dari saling mencintai dan saling mengasihi. Bagi yang telah menjadi Ayah dan mempunyai waktu segudang aktivitas kerja,
"keluarga adalah tetap peran utama didalam sebuah episode kehidupan dunia."